REFLEKS DAN PROYEKSI LEMBAGA NEGARA
REFLEKSI TAHUN 2018 DAN PROYEKSI
TAHUN 2019 LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA:
“PERAN AKTIF LEMBAGA NEGARA UNTUK
KEMAJUAN BANGSA”
Memandang
indahnya sebuah hubungan tidak akan pernah bosan apabila antara para pihak
selalu menjaga kestabilitasan hubungan yang harmonis. Begitu pula dalam
mengatur stabilitas sistem ketatanegaraan pada sebuah negara, bahwa pembangunan
dan perkembangan negara terletak pada peran partisipasi aktif hubungan antar lembaga
negara dan lembaga pemerintahannya dalam merealisasikan program-program kepala
negara dengan tidak terlepas dari melaksanakan tugas dan tanggung jawab
konstitusionalnya.[1]
Jika
melihat gambaran yang terjadi di negara Indonesia setahun terakhir (Refleksi
tahun 2018) hubungan antar lembaga-lembaga negara perlu kiranya di apresiasikan
yang sangat tinggi karena telah membuat kondisi pelasksanaan program
pembangunan nasional berjalan dengan saling berperan aktif dan menjalankannya
dengan saling bersinergi antara lembaga negara yang satu dengan yang lainnya Refleksi
isu ketatanegaraan yang menjadi sorotan adalah berjalannya secara sinergis pada
setiap fungsi kekuasaan, baik dalam fungsi kekuasaan eksekutif dengan
legislatifnya maupun lembaga yang melaksanakan tugas konsitutionalnya
diharapkan dapat secara mandiri dan merdeka pada fungsi kekuasaan yudikatif,
Hubungan
pada ketiga fungsi kekuasaan tersebut, dapat pula diartikan sebagai hubungan
antar lembaga negara, refleksi yang cukup penting dan strategis diawali dari
pengamatan lembaga yang membentuk sebuah penjamin akan keutuhan bangsa dan
negara berdasarkan Pancasila, dan sebagai rumah kebangsaan serta rumah aspirasi
dari seluruh masyarakat Indonesia, Bahwa Majelis Permusayawaratan Rakyat untuk
menjaga kedaulatan rakyat negara Indonesia membentuk suatu panitia ad hoc dem mempersiapkan materi sistem
perencanaan pembangunan nasional dan mengkaji pokok-pokok haluan negara serta
di kemudian hari dapat menyempurnakan kembali sistem ketatanegaraan Indonesia, prinsipnya
hal ini sangat perlu sokongan materiil maupun imateriil positif dari lembaga
negara yang lain.[2]
Masih
dalam bagian dari kekuasaan legislatif Dewan Perwakilan Rakyat memberikan
optimisme yang besar dalam melaksanakan fungsi legislasi pada masyarakat,
karena setiap pembentukan undang-undang yang disahkan, selalu diutamakan pada undang-undang
yang mengedepankan adanya kemanfaatan dan kebutuhan langsung kepada masyarakat
luas, seperti misal Undang-Undang Pertanahan,[3]
bahwa dengan undang-undang tersebut disahkan bisa menjadi mesin alat social (social engginering) untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat dalam sistem regulasi manajemen agraria yang baik di Republik
Indonesia, pengesahan sebuah undang-undang tidak terlepas dari peran serta
kekuasaan Eksekutif dalam sistem Presidensiil, Prinsipnya Presiden mengapresiasi
penuh seluruh kinerja kekuasaan legislatif DPR RI maupun DPD RI dalam
melaksanakan fungsi pengawasan dan pertimbangan yang menyangkut kebijakan
mengenai kepentingan daerah. Namun, tidak hanya mendukung kinerja positifnya
kekuasaan legialstif, apabila terdapat oknum anggota dewan yang melakukan
tindakan yang koruptif maka Presiden pun mendukung Lembaga Pemberantasan
Korupsi (KPK) untuk menindaklanjutinya, dengan sebagai bukti bahwa beberapa
anggota dewan yang melakukan tindakan koruptif tidak ada satupun proses perkara
didalamya terdapat intervensi Presiden, hal ini agar penegakkan hukum dapat
ditegakkan seadil-adilnya tanpa pandang bulu.
Keadilan
di negeri yang penuh akan kemajemukan masyarakatnya seperti Indonesia, oleh
sebagaian masyarakat dianggap sulit untuk melakukan proses penegakkan hukum.
Namun ditahun 2018 justru terjadi kenyataan yang mengindikasikan sebaliknya,
bahwa Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Yudisial (KY) sebagai
bagian dari kekuasan negara, lembaga-lembaga negara di bidang yudikatif ini
telah mencetak beberapa sejarah baru dalam melaksanakan proses peradilan yang
bersih, moden dan mandiri. MA misalnya melalui PERMA Nomor 3 Tahun 2018 tentang
Administrasi Perkara di Pengadilan, MA hari ini lebih mengedepankan
kemudahan-kemudahan bagi para pencari keadilan, dengan pemanfaatan tekhnologi
modernisasi peradilan dapat mengatasi berbagai macam kendala penyelenggaraan
peradilan seperti penganan perkara yang lambat, minimnya akses keadilan hingga
profesionalisme aparatur pada MA itu sendiri.[4]
Tidak
hanya itu, sejarah baru MA di tahun 2018 juga tercatat bawa MA telah
menyelesaikan perkara dengan sisa hasil jumlah perkara terendah sepanjang
sejarah MA berdiri, yaitu hanya menyisakan perkara sebanyak 791 perkara.
Sejalan dengan lembaga peradilan MA, Lembaga negara pengawal konstitusi MK juga
menunjukkan produktivitas yang baik dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab
kontitusionalnya, dengan hubungan antar lembaga negara yang baik antar kekuasaa
yudikatif dan permasalahan-permasalahan pada tubuh internal MK sendiri bahwa
beberapa kasus koruptif yg dilakukan oleh hakim MK
Pada
tahun 2018 ini MK menjadi lebih fokus pada perkara yang ditangani, tercatat
pada bulan juli tahun 2018 MK telah menyelesaikan perkara sebanyak 112 perkara,
dan diantaranya perkara yg cukup mencuat kemuka publik mengenai pengujian
undang-undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU
MD3) dan hak imunitas DPR, namun penyelesaian perkara yang menjadi perhatian
publik cukup besar tersebut dapat di selesaikan dengan tanpa kegaduhan yang cukup
berarti, hal ini dikarenakan hubungan harmonis antar lembaga negara yang
memegang teguh keyakinan bahwa jika kinerja pemerintahan dapat dilaksanakan
secara bersama-sama dan mecinptakan kerja yang nyata maka, cita-cita prestasi
bangsa yang di inginkan akan tercapai.[5]
Pada
dasarnya Segala permasalahan hukum yang ada pada setiap lembaga negara pada
tahun 2018 dapat diselesaikan dengan etika yang baik dengan mengedepankan etika
kerja bersama. Pernyataan mantan ketua mahkamah agung Amerika Serikat Earl
Warren dapat di lakukan oleh para penegak hukum di Indonesia, “in civiliazed life, law floats on the sea of
ethics” Hukum berlayar di atas samudra etika, oleh karena itu apabila etika
tidak ada maka permasalahan hukum tidak dapat berjalan sama sekali.[6]
Oleh karena itu, atas segala capaian yang telah didapat serta harapan pada
tahun politik yang akan datang tahun 2019, maka apabila setiap lembaga negara
dapat mempertahankan hubungan dengan etika berbangsa dan bernegara yang
berlandasakan nilai-nilai pancasila, maka kerja nyata yang dibangun akan tetap
berjalan secara harmoni.
[1]Apresiasi
Presiden untuk setiap lembaga negara yang telah melakukan sinergi yang baik di
tahun 2018, http://www.tribunnews.com/nasional/2017/08/18/jokowi-tiap-lembaga-negara-punya-sinergi-yang-baik
[2]MPR
membetnuk dua panitia ad hoc untuk
mengkaji sistem ketatanegaraan https://nasional.kompas.com/read/2018/08/16/11003151/mpr-bentuk-panitia-ad-hoc-bahas-pokok-pokok-haluan-negara
[3]Meprioritaskan
pembentukan UU yang bermanfaat langsung kepada masyarakat http://www.dpr.go.id/berita/detail/id/21585/t/Ketua+DPR+Paparkan+Capaian+Kinerja+DPR
[4]
Reformasi di tubuh MA menggunakan kemajuan tekhnologi salah satunya pelayanan
perkara e-court http://mediaindonesia.com/read/detail/206773-refleksi-akhir-tahun-ma-telah-memutus-17351-perkara
[5] Kinerja
Mahkamah Konstitus menjadi perhatian Presiden karena telah bekerja keras
memberikan konstribusi yg baik http://presidenri.go.id/berita-aktual/partisipasi-aktif-lembaga-negara-untuk-kemajuan-bangsa.html
[6] Hukum
tidak mungkin tegak dengan keadilan, jika air samudera etika tidak mengalir
atau tidak berfungsi dengan baik https://www.gatra.com/rubrik/dkpp-update/147386-prof-jimly-hukum-mengapung-di-atas-samudera-etika
Komentar
Posting Komentar