TERNYATA TITO TERMASUK DALAM BUDAYA POLEMIK “KEKINIAN” PERGANTIAN KAPOLRI
Acap kali pemberhentian atau
pengangkatan kapolri dewasa ini pasti mempunyai dilematik atau problematik
sendiri di setiap masanya, dari persyaratan yang tidak terpenuhi, rekam jejak
yang diragukan oleh sebagian pihak, hingga laporan harta kekayaan yang kalau di
sebutkan, mungkin bagi masayarakat awam seperti saya cukup mencengangkan
melihatnya.
Pencalonan kapolri pada dasarnya
tidak jauh berbeda dengan pencalonan pejabat pejabat negara yang lain, menjadi
kapolri dan pejabat pemerintah di negeri ini pasti mempunyai syarat dan
ketentuan yang berlaku untuk mendapatkannya, begitu pula dalam pemberhentiannya.
Namun, kalau boleh mengambil
bahasa anak muda zaman serkarang dengan istilah “kekinian”, proses pengangkatan
dan pemberhentian Kapolri yang Kekinian itu selalu menjadi trending topic pembicaraan
di masyarakat dengan karakter kontroversi dan problematikanya masing masing,
Baik saat pencalonan sang jendral
bintang empat akan dilantik oleh presiden ataupun saat issue jabatan kapolri
akan berakhir, perwira tinggi manakah yang berhak menggantikan kepala lembaga
tersebut dan harus tetap menjaga nama baik “Restra Sewakottama” di negara yang
tercinta ini.
Untuk mewakili pernyataan pengangkatan
dan pemberhentian kapolri yang kekinian penuh dengan problema dan dilematik
saya coba mengambil sample tiga kali pengangkatan kapolri kebelakang, selain
angka tiga adalah angka yang baik untuk setiap percobaan, biasanya kalau ada
undian berhadiah dari 3 nomor belakang pada nomor handphone peserta undian pasti
sering di rahasiakan atau di beri tanda ‘X’ Silang di belakangnya. Tanya Kenapa
?? sampai saat ini juga saya belum tau jawabnya pak :D
Mungkin hanya kekhawatiran saya
saja jika pengangkatan dan pemberhentian kapolri belakangan ini terdapat penuh
dengan tanda tanda rahasia, apakah pengangkatan dan pemberhentian kapolri sudah
sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku atau belum??
Jika dirunut dari tiga periode
kebelakang, pengangkatan dan pemberhentian kapolri yg kekinian itu dimulai dari
Jenderal Timur Pradopo yang dilantik, menggantikan Bambang Hendarso Danuri
sebagai kapolri saat itu.
Dinamika Syarat dan ketentuan Timur
Pradopo menjadi Sang Jenderal, terdapat kesengajaan yang dibuat cepat dan
taktis, saat itu cukup mengagetkan banyak pihak, pasalnya mungkin bisa terjadi dalam
sejarah baru di tubuh polri bahwa untuk menyabet pangkat 2 bintang bisa
dilaksanakan dalam waktu 1 x 24 jam (Baca : Sehari)
Selanjutnya pemberhentian Jendral
Polisi Sutarman yang tidak wajar dan cenderung dipaksakan, dikarenakan
pemberhentian Jenderal Sutarman menjadi sah ketika presiden Jokowi
menandatangani ketatapan pemberhentian kapolri saat itu, dan melantik Plt
Kapolri Badrodi Haiti, padahal masa jabatan kapolri jendral sutarman saat itu
masih tersisa 10 bulan lagi.
Pada masa pergantian Jenderal
Sutarman Pula mungkin masih hangat di benak kita bagaimana polemik di tanah air
menyita tenaga, fikiran, dan emosi, dimana sang Presiden yang baru terpilih,
Jokowi memberikan usulan calon tunggal Kapolri Komjen Budi Gunawan untuk
menggantikan Jenderal Sutarman.
Dua hari berselang usulan
pencalonan tunggal Komjen Budi Gunawan di warnai dengan kabar buruk karena sang
canlon Jenderal mendapat “surat cinta” Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang
isinya menetapkan beliau menjadi tersangka dengan sangkaan korupsi sewaktu BG
menjadi KaBiro Pembinaan Karir SDM Polri.
Sangat penuh dilematik memang
ketika pencalonan tunggal BG di usulkan oleh presiden. Namun, masih dalam sistem
yang sama, pencalonan tunggal kapolri mulai di ajukan kembali oleh presiden
saat ini, dan Presiden Jokowi lebih memilih Komjen Tito Karnavian untuk
menggantikan Jendral Badrodin Haiti.
Saat ini belum genap 4 bulan sang
“anak bawang” mengemban jabatan sebagai Kepala Badan Nasional Penaggulangan Terorisme
(BNPT). Entah apa yang menjadi pertimbangan utama sang presiden memilih Tito
menjadi calon tunggal kapolri, yang pasti sangat terlihat dari kasat mata bahwa
Komjen Tito masih cukup terlihat muda dan masih banyak Lulusan Akademi
Kepolisian lebih dahulu lulus dari Tito dan masih menjabat di tubuh isntitusi
polri seperti Komjen Pol Putut Eko Bayuseno, Komjen Pol Dwi Prayitno, dan tentu
saja yang paling terkenal sang Komjen Budi Gunawan.
Pergantian Kapolri memang
sepenuhnya hak prerogratif Presiden. Namun, polemik dan dilematik kekinian itu sebenarnya
bisa saja diredam dan tidak harus terus menerus terjadi, apabila prosedur yang
sudah dibuat mengenai pergantian kapolri dilalui dengan regulasi yang ada dan
dilaksanakan.
Akan menjadi percuma apabila
sebesar lembaga negara setingkat kementerian, Komisi Kepolisian Nasional di
bentuk namun tidak pernah didengar seperti ketika Jenderal Timur Pradopo dan
Komjen Tito karnavian yang tidak termasuk daftar rekomendasi Kompolnas. Padahal
regulasi atau aturan yang harus di lewati adalah kewenangan kompolnas yang satu
satunya lembaga bertugas memberikan pertimbangan dan saran untuk memilih calon
kapolri dan direkomendasikan kepada presiden
Sebelas dua belas dengan kompolnas
bahwa rekomendasi Dewan Kepangkatan dan Jabatan tinggi (Wanjakti) Polri saat
ini, Komjen Tito tidak masuk dalam daftar pencalonan Kapolri untuk mengantikan
Jenderal Badrodin Hati.
Bagaimanapun pemilihan kapolri
yang sudah berjalan ataupun yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini,
semoga budaya kekinian yang penuh intrik dan polemic semakin berkurang dan
masyarakat semakin merasa nyaman dengan keberadaan institusi polri yang
mempunyai tugas utamanya untuk mengayomi dan menjaga keamanan negara.
Komentar
Posting Komentar